Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan mengalami keadaan darah tinggi.
Tekanan darah
Tekanan darah adalah kekuatan yang dikeluarkan oleh jantung dalam darah pada saat bergerak dalam pembuluh darah seseorang.
Bila seseorang menderita tekanan darah tinggi berarti jantungnya memompa lebih berat dibandingkan seharusnya.
Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik).
Tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg didefinisikan sebagai "normal". Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik.
Hipertensi biasanya terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg atau ke atas, diukur di kedua lengan tiga kali dalam jangka beberapa minggu.
Pada kasus serangan jantung, tidak terdapat cukup darah Yang kaya akan nutrisi dan oksigen untuk memberi makan sel-sel jantung. Akibatnya, beberapa sel jantung mati. Saat sel jantung yang mati cukup banyak, maka seseorang akan mendapatkan serangan jantung. Hal ini dapat terjadi secara tiba-tiba sebagai akibat gumpalan kolestrol/kalsium/fibrin pada arteri koroner atau sebuah embolus, yaitu gumpalan darah Yang terlepas dari bagian tubuh Yang lain dan menyumbat pembuluh koroner.
Apabila pembuluh koroner menjadi spasme, membuat aliran darah tidak lancar, atau seseorang mempunyai plak-plak kecil yang tidak stabil dan mengalir menuju jantung dan menyumbat pembuluh koroner sekaligus membuatnya menjadi lebih spasme. Hasil akhir dari keseluruhan kondisi di atas akan menyebabkan kurangnya darah yang kaya akan nutrisi dan oksigen untuk mempertahankan otot jantung.
Pada stroke atau “serangan otak”, jaringan-jaringan otak menjadi rusak karena kurangnya alirah darah. Kurangnya darah tersebut dapat disebabkan adanya gumpalan darah dalam pembuluh darah yang menyempit karena spasme atau artherosclerosis. Penyebab lainnya adalah ketika pembuluh darah otak mengeluarkan darah seperti kebocoran atau pecah.
Tekanan darah tinggi merupakan salah satu lampu merah yang paling jelas dalam mengindikasikan adanya masalah dalam jantung dan pembuluh darah seseorang. Ketika seseorang didiagnosa menderita tekanan darah tinggi maka dia memiliki kemungkinan tujuh kali lipat menderita stroke, empat kali lipat mendapatkan serangan jantung dan lima kali lipat kemungkinan meninggal karena kegagalan jantung.
Pengaturan tekanan darah
Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi
melalui beberapa cara:
n Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya
n Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebab-kan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis.
n Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi "vasokonstriksi", yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.
n Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat.
Sebaliknya, jika:
n Aktivitas memompa jantung berkurang
n Arteri mengalami pelebaran
n Banyak cairan keluar dari sirkulasi
Maka tekanan darah akan menurun atau menjadi lebih kecil.
Perubahan fungsi ginjal
Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah; karena itu berbagai penyakit dan kelainan pada ginjal bisa menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi.
Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara:
n Jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air, yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekanan darah ke normal.
n Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air, sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali ke normal.
n Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensin, yang selanjutnya akan memicu pelepasan hormon aldosteron.
Gejala
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:
n sakit kepala
n kelelahan
n mual
n Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.
Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa berdasarkan tingginya TD
(menurut The Joint National Committee on prevention,detection, evaluation and treatment of high blood pressure (JNC) VII, 2003)
Kategori Tek Darah Sistolik Tek Darah Diastolik
Normal < 120 mmHg < 80 mmHg
Pre-hipertensi 120-139 mmHg 80-89 mmHg
Hipertensi:
Tingkat 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg
Tingkat 2 > 160 mmHg > 100 mmHg
Klasifikasi Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :
- Hipertensi primer atau esensial atau idiopatik adalah hipertensi tanpa kelainan dasar patologi yang jelas. Penyebabnya multifaktorial meliputi faktor genetik dan lingkungan (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh hipertensi).
Faktor genetik: kepekaan thd natrium, thd stres dll
Faktor lingkungan: diet,kebiasaan merokok, stres emosi, obesitas dll.
- Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/ sebagai akibat dari adanya penyakit lain.(meliputi 5-10% kasus hipertensi).
Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder:
n Penyakit Ginjal
– Tumor-tumor ginjal
– Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
– Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
– Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
n Kelainan Hormonal
– Hiperaldosteronisme
– Feokromositoma (tumor medulla adrenal)
– Hipertiroidisme
n Obat-obatan
– Pil KB
– Kortikosteroid
– Simpatomimetik amin (efedrin, fenilpropanolamin, fenilerin, amfetamin)
– Siklosporin
– Eritropoietin
– Kokain
– Penyalahgunaan alkohol
n Penyebab Lainnya
– Kelainan neurologik (mis: tumor otak)
– Preeklampsia pada kehamilan
KOMPLIKASI HIPERTENSI DAN FAKTOR RISIKO KARDIOVASKULAR
Hipertensi lama dan atau berat dapat menimbulkan komplikasi berupa kerusakan organ pada:
n Jantung (hipertrofi ventrikel kiri, gagal jantung)
n Otak (stroke)
n Ginjal (penyakit ginjal kronik, gagal ginjal)
n mata (retinopati hipertensif berupa bercak-bercak perdarahan pada retina dan edema papil nervus optikus)
n pembuluh darah perifer (penyakit jantung koroner)
Untuk mencegah komplikasi kardiovaskuler perlu dilakukan Pengendalian berbagai faktor risiko pada Hipertensi.
Faktor Risiko yang dapat dimodifikasi ialah:
n Tekanan darah
n Kelainan metabolik (DM, lipid darah, asam urat dan obesitas)
n Merokok
n Alkohol
n Inaktivitas
Faktor Risiko yang tidak dapat dimodifikasi ialah:
n Usia
n Jenis kelamin
n Faktor genetic
Pengobatan Hipertensi
Terdapat hubungan yang nyata antara Tekanan Darah dengan kejadian kardiovaskular. Untuk individu berusia diatas 40 th, tiap peningkatan TD sebesar 20/10 mmHg meningkatkan risiko kejadian kardiovaskular dua kali lipat.
Strategi Pengobatan:
- Terapi Tanpa Obat (Non- farmakoterapi)
- Terapi dengan Obat (Farmakoterapi)
Terapi tanpa obat (non-farmakoterapi)
Semua pasien, sebaiknya dipertimbangkan untuk terapi tanpa obat dengan merubah gaya hidup, yaitu:
n Mengurangi stres
n Perubahan pola makan dengan mengurangi asupan daging merah dan lemak jenuh serta menambah lebih banyak serat dan buah-buahan serta sayuran segar.
n Mengurangi asupan garam
n Berolah raga secara teratur.
n Mengendalikan bobot badan,
n Mengurangi minum alkohol dan tidak merokok.
Terapi dengan obat (farmakoterapi)
1. Diuretik
2. Penghambat Adrenergik
2.1 Bloker b -adrenoseptor
2.2 Bloker a-adrenoseptor
2.3 Agonis alfa 2 sentral
2.4 Penghambat saraf adrenergik
3. Vasodilator
4. Penghambat Angiotensin- Converting Enzyme (ACE-Inhibitor) dan Antagonis
Reseptor Angiotensin II
5. Antagonis Kalsium
1. Diuretik
Gol Tiazid: Hidroklorotiazid (HCT), Indapamid,
Diuretik kuat: Furosemid,torasemid, bumetamid,
asam etakrinat
Diuretik Hemat Kalium: Amilorid, triamteren dan
spironolakton
Mekanisme:
n Bekerja meningkatkan eksresi natrium, air dan klorida sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah.
n Selain mekanisme tsb, beberapa diuretik juga:
Menurunkan resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensinya.
Efek ini diduga akibat penurunan natrium di ruang interstisial dan di dalam
sel otot polos pembuluh darah yg selanjutnya menghambat influks
kalsium.
Penggunaan:
Diuretik Tiazid merupakan obat utama dalam terapi hipertensi. Paling efektif dalam menurunkan risiko kardiovaskular.
Diuretik dianjurkan untuk kasus hipertensi ringan dan sedang.Sebagai monoterapeutika pada penderita hipertensi usia tua.
Efek samping:
Tiazid dalam dosis tinggi dapat menyebabkan:
n hipokalemia
n hiponatremia dan hipomagnesemia serta hiperkalsemia.
n Dapat menghambat ekskresi asam urat dari ginjal dan mencetuskan serangan gout akut.
n Dapat meningkatkan kadar kolesterol LDL dan trigliserida.
n Pada penderita DM, dapat menyebabkan hiperglikemia krn mengurangi sekresi insulin.
n Pada pasien pria, gangguan fungsi seksual.
Interaksi
n Mempermudah terjadinya aritmia oleh Digitalis.
n Pemberian kortikosteroid, agonis b -2 dan amfoterisin B memperkuat efek hipokalemia diuretik.
n Penggunaan bersamaan dengan kuinidin dapat menyebabkan aritmia ventrikel polimorfik.
n Meningkatkan risiko toksisitas litium.
n AINS mengurangi efek antihipertensi diuretik.
Dosis:
- Hidroklorotiazid (HCT) 1 x 12,5-25 mg sehari
- Furosemid: 2-3 x 20 – 80 mg sehari
- Spironolakton : 1 x 25 -100 mg sehari
2. Penghambat Adrenergik
Yang digunakan sebagai Antihipertensi adalah:
1. Bloker b-adrenoseptor
(Atenolol, Metoprolol,Labetalol, karvedilol,propanolol)
2. Bloker a-adrenoseptor
(Prazosin, Terazosin, Bunazosin,Doksazosin
3. Adrenolitik Sentral (Metildopa,Klonidin,Guanfasin,Guanabenz,Moksinidin,
Rilmedin)
4. Penghambat Saraf Adrenergik
(Reserpin, Guanetidin, Guanadrel)
2.1 Bloker b -adrenoseptor
(Atenolol, Metoprolol,Labetalol, karvedilol,propanolol)
Mekanisme:
- penurunan frekuensi denyut jantung
- Memperkecil pembebasan renin dalam ginjal dengan akibat menurunkan produksi angiotensin II
- Blokade reseptor b prasinaptik dan dg demikian terjadi pengurangan nor adrenalin
- Bekerja sentral mengurangi impuls simpatikus
Penggunaan:
Digunakan sebagai obat tahap pertama pada hipertensi ringan
sampai sedang terutama pada pasien dengan penyakit
jantung koroner. Gol ini lebih efektif pada pasien usia muda dan
kurang efektif pada pasien usia lanjut.
Efek samping:
n Menyebabkan bradikardia,
n gagal jantung.
n Bronkospasme pada pasien dg riwayat asma bronkial atau penyakit paru.
n Efek sentral: depresi,mimpi buruk, halusinasi
n Gangguan fungsi seksual
Dosis:
- Atenolol : 1 x 25-100 mg sehari
- Bisoprolol: 1 x 2,5 -10 mg sehari
- Propanolol: 2-3 x 40-160 mg sehari
2.2 Bloker a-adrenoseptor
(Prazosin,Terazosin, Bunazosin,Doksazosin)
Mekanisme:
n Hambatan reseptor a1 menyebabkan vasodilastasi di arteriol dan venula sehingga menurunkan resistensi perifer.
n Venodilatasi menyebabkan aliran balik vena berkurang dan selanjutnya menurunkan curah jantung
Penggunaan:
Sangat baik untuk pasien hipertensi dengan dislipidemia
dan /atau Diabetes Mellitus (Krn efek positifnya terhadap
lipid darah (menurunkan LDL dan trigliserida dan
meningkatkan HDL) .
Efek samping:
n Hipotensi
n Sakit kepala
n Palpitasi
n Hidung tersumbat
n Mual dll.
Dosis:
- Prazosin: 1-2 x 0,5-4 mg sehari
- Terazosin: 1 x 1-4 mg sehari
- Bunazosin: 3 x 1,5-3 mg sehari
- Doksazosin: 1 x 1-4 mg sehari
2.3 Agonis alfa 2 sentral
(Metildopa,klonidin, guanfasin, guanabenz, moksinidin, rilmedin)
Metildopa
Mekanisme:
Efek antihipertensinya diduga lebih disebabkan karena stimulasi reseptor a-2 di sentral sehingga mengurangi sinyal simpatis ke perifer. Metildopa menurunkan resistensi vaskular tanpa banyak mempengaruhi frekuensi dan curah jantung.
Penggunaan:
Obat ini efektif bila dikombinasikan dengan diuretik..Merupakan pilihan utama untuk pengobatan hipertensi pada kehamilan karena terbukti aman untuk janin.
Efek samping:
n Sedasi
n Hipotensi postural
n Pusing
n Mulut kering
n Sakit kepala
n Depresi
n Gangguan tidur
n Impotensi
n Kecemasan
n Penglihatan kabur
Interaksi:
n Pemberian metildopa bersama preparat besi dapat mengurangi absorpsi metildopa sampai 70%, sekaligus mengurangi eliminasi dan menyebabkan akumulasi metabolit sulfat.
n Efek hipotensif metildopa ditingkastkan oleh diuretik dan dikursngi oleh antidepresan trisiklik dan amin simpatomimetik.
Dosis:
Dosis efektif minimal : 2 x 125 mg per hari
Dosis maksimal : 3 g perhari
Untuk hipertensi pasca bedah:infus intermiten 250- 1000 mg
tiap 6 jam.
2.4 Penghambat saraf adrenergik
(Reserpin, Guanetidin, guanadrel)
Mekanisme:
Pemberian reserpin mengakibatkan penurunan curah jantung dan resistensi perifer. Frekuensi denyut jantung dan sekresi renin berkurang.
Penggunaan:
Pemakaian reserpin dibatasi oleh sering timbulnya efek samping sentral, namun dalam dosis rendah dan dalam kombinasi dengan diuretik merupakan obat yang efektif dengan efek samping yang relatif jarang.
Efek samping:
n Mimpi buruk
n depresi mental
n bradikardi
n hipotensi ortostatik
n Kongesti nasal
n Hiperasiditas lambung
n Muntah
n Diare ( pada pemberian Guanetidin)
n penurunan libido, impotensi dan gangguan
ejakulasi
Dosis:
Reserpin,: 1 x 0,25 mh sehari
Guanetidin: 1 x 10-50 mg sehari
3. Vasodilator
(Hidralazin, minoksidil dan diazoksid)
n Vasodilator yang bekerja langsung adalah obat yang bekerja dengan merelaksasi otot otot polos dari pembuluh darah, terutama arteri, sehingga menyebabkan vasodilatasi.
n Dengan terjadinya vasodilatasi tekanan darah akan turun dan natrium serta air tertahan, sehingga terjadi edema perifer. Diuretik dapat diberikan bersama-sama dengan vasodilator yang bekerja langsung untuk mengurangi edema. Refleks takikardia disebabkan oleh vasodilatasi dan menurunnya tekanan darah.
n Penghambat beta seringkali diberikan bersama-sama dengan vasodilator arteriola untuk menurunkan denyut jantung;
Hidralazin
Mekanisme kerja:
Terutama dengan bekerja pada arteri kecil dan arteriol, tahanan perifer akan berkurang sehingga tekanan darah turun.
Penggunaan:
Senyawa ini dapat dikombinasi dengan antihipertensi lain.
Dosis tunggal yang biasanya 25 mg dapat diturunkan menjadi 10 mg.
Efek samping:
n Peningkatan frekuensi jantung
n Sakit kepala
n Pusing
n Rasa lemah
n Mual
n Gangguan saluran cerna dan diare
n Udem lokalisasi
n Reaksi alergi
n Pada penggunaan dosis tinggi dalam jangka panjang: reumatoid artritis
Obat ini di Kontraindikasikan pada hipertensi dengan PJK dan
tidak dianjurkan pada pasien usia diatas 40 thn.
Dosis:
n Oral: 25-100 mg dua kali sehari. Dosis maksimal 200 mg/hari
n IM atau IV : 20-40 mg
Minoksidil
Mekanisme:
Kerja penurun tekanan darah lebih kuat dan lebih lama daripada dihidralazin dan hidralazin.
Penggunaan:
Karena ES nya maka obat ini hanya digunakan pada pasien hipertensi yang tak dapat diobati dengan antihipertensi lain. Efektif untuk hipertensi akselerasi atau maligna dan pada pasien dg penyakit ginjal karena obat ini meningkatkan aliran darah ginjal. Harus diberikan bersama diuretika dan penghambat adrenergik untuk mencegah retensi cairan dan mengontrol refleks simpatis.
Efek samping:
n Retensi cairan dan garam
n Efek samping kardiovaskular karena refleks simpatis dan hipertrikosis
n Gangguan toleransi glukosa dg tendensi hiperglikemia: sakit kepala, mual, erupsi obat, rasa lelah dan nyeri tekan di dada.
Dosis:
Dimulai dengan 1,25 mg, 1 atau 2 kali sehari dan dapat
ditingkatkan sampai 40 mg/hari
Diazoksid
Mekanisme kerja, farmakodinamik dan ES mirip dg minoksidil
Penggunaan:
Hanya diberikan secara intravena untuk mengatasi hipertensi
darurat, hipertensi maligna, hipertensi ensefalopati, hipertensi
berat pada glomerulonefritis akut dan kronik dan pada
preeklampsia.
Efek samping:
n Retensi cairan
n Hiperglikemia (terjadi pada kira-kira 50% pasien)
n Relaksasi uterus
Kontraindikasi:
Tidak boleh diberikan pada pasien PJK karena dapat
mencetuskan iskemia miokard dan serebral.
Juga tidak boleh untuk pasien Edema paru.
Dosis:
Bolus IV: 50-100 mg dengan interval 5-10 menit.
Infus IV : 15-30 mg/menit.
Natrium Nitroprusid
Mekanisme:
Merupakan senyawa kompleks anorganik yang dapat menyebabkan dilatasi arteriol prakapiler dan venula pascakapiler. Obat ini menurunkan kerja jantung sehingga berefek baik pada gagal jantung.
Penggunaan:
merupakan obat yang kerjanya paling cepat dan efektif untuk mengatasi hipertensi darurat, apapun penyebabnya. Merupakan pilihan utama untuk kebanyakan krisis hipertensi yang memerlukan terapi parenteral.
Efek samping:
n Hipotensi
n Efek toksik pada dosis tinggi
n Asidosis
n Hipertensi rebound jika infus nitroprusid dihentikan secara mendadak.
Dosis:
Dosis pemberian:0,5-10 ug/kg/menit
Dosis rata-rata: 3 ug/kg/menit
4. Penghambat Angiotensin- Converting Enzyme (ACE-Inhibitor) dan Antagonis Reseptor Angiotensin II
Kaptopril dan Enalapril
Mekanisme:
Kerjanya terutrama dengan menghambat enzim pengkonversi angiotensin, yang mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Dg demikian, angiotensin II, salah satu senyawa yang menaikkan tekanan darah dengan hebat, akan
ditekan pembentukannya sehingga tahanan perifer akan turun.
Penggunaan:
Efektif untuk hipertensi ringan, sedang,maupun berat. ACE inhibitor terpilih untuk hipertensi dengan gagal jantung kongestif. Juga sangat berefek positif terhadap
lipid darah dan mengurangi resistensi insulin sehingga baik untuk hipertensi pada diabetes, dislipidemia dan obesitas.
Efek samping:
n Hipotensi
n Batuk kering
n Hiperkalemia
n Rash
n Edema angioneurotik
n Gagal ginjal akut
n Proteinuria
n Efek teratogenik, terutama terjadi pada pemberian selama trimester 2 dan 3 kehamilan. Dapat menimbulkan gagal ginjal fetus atau kematian fetus.
Dosis:
Kaptopril 2-3 x 25-100 mg sehari
Penghambat Reseptor angiotensin II (ARB)
Losartan
Mekanisme:
Pemberian obat ini akan menghambat semua efek Angiotensin II seperti : Vasokontriksi,sekresi aldosteron, Rangsangan saraf simpatis, stimulasi jantung, efek renal.
Penggunaan:
Sangat efektif pada pasien hipertensi dengan kadar renin yang tinggi seperti hipertensi renovaskular dan hipertensi genetik.
Efek samping:
n Hipotensi
n Hiperkalsemia
n Fetotoksik
Kontraindikasi:
n KI pada kehamilan kehamilan trimester 2 dan 3, harus dihentikan bila pemakainya ternyata Hamil.
n Wanita menyusui
n Stenosis arteri renalis.
Dosis:
Losartan : 1-2 X 25-100 MG perhari
5. Antagonis Kalsium
(Nipedipin, verapamil, Diltiazem)
Mekanisme:
Antagonis kalsium menghambat influks kalsium pada sel otot polos pembuluh darah dan miokard. Di pembuluh darah, menimbulkan relaksasi arteriol, sedangkan vena kurang dipengaruhi.
Penggunaan:
Antagonis kalsium telah menjadi salah satu golongan AH tahap pertama. Terbukti efektif pada hipertensi dg kadar renin yang rendah seperti pada usia lajut. Tidak dianjurkan untuk hipertensi dengan Penyakit Jantung Koroner.
Efek samping:
n Hipotensi
n Iskemia miokard atau serebral
n Sakit kepala
n Muka merah
n Edema perifer
n Bradiaritmia
n Konstipasi dan retensi urin
Dosis:
Nipedipin: 1 x 30-60 mg per hari
Amlodipin: 1 x 2,5-20 mg per hari
HIPERTENSI GESTASIONAL
Sering disebut sebagai hipertensi transient.
Hipertensi pada kehamilan merupakan salah satu penyebab kematian ibu dan janin. Pada ibu hamil, hipertensi yang sudah ada sebelumnya mungkin tidak dapat terdeteksi pada pertengahan awal kehamilan karena tekanan darah biasanya menurun. Hipertensi dengan tekanan darah >140/90 mmHg sebelum hamil atau sebelum usia kehamilan 20 minggu termasuk dalam kualifikasi hipertensi kronis.
Berbeda dengan hipertensi esensial yang kronis, hipertensi akibat kehamilan akan sembuh sendiri setelah waktu enam minggu postpartum.
Hipertensi dapat terjadi sekunder akibat keadaan lain yang tidak berhubungan dengan kehamilan misalnya penyakit renal.
Tekanan darah pada kehamilan
Normalnya tekanan darah sistolik dan diastolik akan turun sebanyak 10-15 mmHg selama pertengahan masa kehamilan. Keadaan ini akan berbalik yang menyebabkan tekanan darah mencapai puncaknya 3-4 hari postpartum.
Pada kehamilan, TD diastolik normalnya harus dibawah:
75 mmHg dalam trimester kedua
85 mmHg dalam trimester ketiga
Kehamilan membuat sirkulasi serebral ibu menjadi rentan terhadap setiap episode hipertensi, sementara pada saat yang bersamaan, sirkulasi uterus dan plasenta tidak mampu melakukan autoregulasi untuk megimbangi keadaan hipotensi dan penurunan tekanan perfusi yang menyertainya
Hipertensi pada kehamilan didefinisikan sebagai:
n Tekanan diastolik 15 mmHg di atas hasil pengukuran sebelumnya
n Tekanan Sistolik 30 mmHg diatas hasil pengukuran sebelumnya
n Tekanan diastolik di atas 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan interval waktu empat jam atau lebih
n Tekanan diastolik diatas 110 mmHg
n
Berbagai macam obat Anti hipertensi digunakan pada kehamilan, meliputi:
n Metildopa
n Antagonis kalsium (nipedipin)
n Hidralazin
n Labetolol
Obat-obat Antihipertensi jarang digunakan pada Kehamilan, yaitu:
n Penyekat beta (mis atenolol), dapat menyebabkan retardasi pertumbuhan intrauteri.
n Inhibitor ACE (kaptopril, enalopril) turut terlibat dalam proses terjadinya keadaan oligohidramnion, lahir mati dan kerusakan renal sehinnga merupakan KI pada kehamilan.
n Preparat diuretik akan mengurangi volume darah yang beredar dan dg demikian membahayakan aliran darah plasenta serta pertumbuhan janin. Selama kehamilan hanya dipakai untuk penatalaksanaan edema paru atau gagal jantung.
Obat Hipertensi Ternyata Meningkatkan Risiko Diabetes
Beberapa obat hipertensi dapat meningkatkan risiko diabetes terutama bagi mereka yang sudah memiliki risiko diabetes, berdasarkan hasil laporan peneliti di Amerika Serikat.
n Menurut laporan tersebut, penghambat reseptor angiotensin (angiotensin-receptor blockers/ARBs) dan penghambat enzim pengubah angiotensin (angiotensin-converting-enzyme/ACE) merupakan obat hipertensi yang kurang berisiko menimbulkan diabetes.
n Kemudian diikuti oleh Antagonis kalsium yang berisiko sedang.
n Ternyata penghambat beta dan diuretik adalah obat hipertensi yang paling berisiko menyebabkan diabetes. Laporan ini dipublikasikan dalam The Lancet bulan Januari 2007 lalu.
No comments:
Post a Comment